Sabtu, 05 Maret 2011

Detektif ABG (Asal Bayar, Gampang!)

Bener-bener berawal dari keisengan. Terpaksa, gara-
gara klub senam yang anggotanya cuma mereka
bertiga dan tidak pernah punya kegiatan itu akan
dibubarkan kalau pada akhir semester nanti belum
juga ada perubahan. Tama sebagai ketua klub yang
punya sejuta ide, ternyata waktu itu cuma punya satu ide doang yang terpikir di kepalanya. Yaitu: bikin klub
detektif!
"Punya ide kayak gitu dari mana lo?" Tanya Yoga,
temennya yang berbadan atletis itu keheranan. "Gue
rajin baca komik detektif.." jawab Tama mantap,
membuat Yoga geleng-geleng kepala. Meskipun dengan kemampuan pas-pasan ternyata
mereka mampu memecahkan beberapa kasus unik
dan aneh dengan bermodalkan sebuah buku
'Panduan Menjadi Detektif' yang dibeli di toko buku
atas usulan Chandra. Itu membuat mereka menjadi
sangat terkenal di kampus mereka. Walaupun mereka sadar, ternyata dibalik penampilan
mereka yang urakan tersimpan bakat terpendam
menjadi detektif, tetapi mereka tidak sadar bahwa
mereka akan menghadapi kasus-kasus yang jauh
lebih berat dan beresiko. Mereka nggak sadar bahwa
kemampuan itu bisa menggiring mereka ke dalam lembah kriminalitas yang mengancam nyawa...cerita tentang tiga orang sahabat satu kampus, yang kompak abis. Kemana-mana mereka selalu bertiga,nggak kuliah lah, makan lah, tidur lah-mereka juga
satu kos-mereka selalu bersama-sama dan bahkan
sampai pergi ke kamar mandi juga selalu sama-sama!
Pokoknya dengan kata lain mereka bertiga nih kompak bangeeet!
Kebetulan mereka satu kampus di fakultas pertanian,
jurusan teknik pertanian. Kebetulan nilai mereka
setiap semesternya gak jauh beda, jadi mereka selalu
mengambil jumlah mata kuliah yang sama. Jadi tiap
semester mereka bareng terus deh. Orang yang pertama namanya Tama. Dia bisa dibilang
pemimpin mereka. Soalnya kemana-mana yang dua
cuma ikutan doang, si Tama ini yang selalu punya
gagasan.
Badannya cukup tinggi, mukanya lumayan cakep, dan
yang paling ciri khas dari dia tuh rambut panjangnya yang selalu diikat, bikin dia kelihatan garang. Sifatnya
cerdik, agak licik, licin, jago ngeles.
Orang kedua, namanya Chandra. Dia ini tipe pemikir.
Dari penampilannya aja yang selalu pakai kacamata
bulat, rambut klimis sama setelannya yang selalu
rapi, sekilas aja orang pasti langsung tahu kalau dia itu kutu buku.
Tapi jangan salah, otaknya tuh.. sama sekali gak
pinter.. hehe. Dia tuh paling tel-mi diantara mereka
bertiga. Namun orangnya asyik, periang dan nggak
gampang tersinggung.. karena itulah temennya yang
lain bisa leluasa ngeledekin dia terus! Nah, orang yang ketiga nih yang paling demen
ngeledekin si Chandra, namanya Yoga, dia orangnya
tipe atlet. Perawakannya tinggidan kekar. Tipe idaman cewek, tapi sampai sekarang
sih.. belum ada satu pun cewek yang mau sama dia,
hehe. Sifat dia asal banget, ceplas-ceplos, dan
pokoknya paling gila diantara mereka bertiga.
Pokoknya meskipun beda tipe, mereka bertiga sangat
kompak. Satu lagi, mereka bertiga masih jomblo, jadi kerjaanya
tiap siang pulang kuliah kayak hari ini, paling
nongkrong di tempat klub mereka, yaitu klub senam.
Tadinya klub ini lumayan terkenal, banyak
peminatnya tapi semenjak mereka bertiga yang jadi
pengurusnya, nggak ada satu pun yang mau masuk klub itu, soalnya anggotanya kan kebanyakan cewek,
yah, pada gengsi gitu lah. Alhasil anggotanya cuma
mereka bertiga. Tiap hari dipakai mereka nongkrong
doang. Mereka bertiga sedang membahas masalah
ini.
"Kalau begini terus, bisa-bisa..." Tama tidak melanjutkan kata-katanya, lalu termenung sebentar.
"Bisa-bisa kenapa...?," tanya Yoga penasaran, dia
berjalan mendekati kursi lalu duduk di pinggirannya,
menatap Tama dengan tajam.
"Bisa-bisa.. klub ini ditutup!", jawab Tama. "Menurut
peraturan kampus, klub yang tidak aktif selama satu semester, akan ditutup."
"Wah yang bener?" Yoga terperanjat, Chandra yang
dari tadi sedang membaca buku humor di pojok
ruangan pun menoleh ke arah Tama sebentar, lalu
kembali sibuk membaca. "Bukannya klub kita sampai
sekarang selalu aktif?" "Aktif apanya? Tiap hari kita kerjaannya cuma
nongkrong begini. Kalau di akhir semester, pas
waktunya inspeksi rutin, kita masih kayak gini, udah
pasti ditutup!"Tegas Tama.
"Wah gimana dong?"
"Gue juga lagi mikir.."
Sesaat kemudian suasana menjadi sunyi. Kemudian
Yoga melirik Chandra yang dari tadi baca buku
humor.. tapi gak ketawa sekali pun. "Hei, Cupu! Lo ngapain sih dari tadi? Baca buku humor kok nggak
ketawa sekali pun?"
Chandra menggaruk-garuk kepala. "Kata orang sih,
buku ini lucu. Tapi aku kok malah nggak ngerti,
dimana lucunya?"
Yoga menggeleng-geleng kepala. "Dasar tel-mi! Udah nggak usah dibaca, sini kita diskusi sebentar!"
Chandra pun menurut. Mereka kemudian saling
berpikir, mencari solusi yang tepat.
Sesaat kemudian suasana menjadi serius. Ketiganya
berusaha memecahkan masalah ini dengan mencari
solusi yang paling memungkinkan. "Gimana kalo kita bikin klub detektif aja.." Suara Tama
memecahkan keheningan. Chandra dan Yoga saling
berpandangan sejenak.
"Punya ide kayak gitu darimana lo?" Tanya Yoga
sengit, "memangnya kita punya kemampuan?"
"Tenang aja gue rajin baca komik detektif! Gue sedikit- sedikit ngerti lah!"
"Gila lo ya, cuma bermodalkan itu lo berani buka klub
detektif?"
"Emang lo punya ide lain?" Tanya Tama menantang.
Selama ini dia selalu dapetin keinginannya cuma gara-
gara dua temennya nggak pernah punya ide sendiri. Tama tahu betul sifat kedua temennya. Makanya dia
yakin kali ini juga nggak bakal ada yang protes.
"Ehm... nggak ada sih," setelah mikir lama, Yoga
akhirnya menjawab sambil garuk-garuk kepala. "Hei
cupu! Lo punya ide nggak?" Tanyanya ke Chandra.
"Wah bagus jugatuh ide si Tama! Gue setuju!" Jawab Chandra nggak
mau repot. "Gue juga sering banget baca komik
detektif."
"Tapi lo nggak ngerti isinya kan?"
"Ngerti kok, sedikit..."
"Begini, nih, gue punya ide kayak gini sebenarnya bukan apa-apa. Bayangin, kalo kita bikin klub detektif,
sekalian kita bikin biro jasa detektif juga. Kita
menerima kasus apa aja, nah, tentu saja kita narik
bayaran, jadinya kita punya penghasilan deh! Soal
beres nggaknya kasus itu nggak masalah, kita tinggal
ngeles aja, yang penting uang udah masuk," Tama berkata lagi penuh semangat, "gue yakin,
birokrasinya juga nggak bakal susah. Tujuan kita kan
baik banget! Iya kan? Lagian klub kayak gini belum
ada di universitas kita."
Mendengar kata-kata yang berbau uang, Yoga yang
tadinya nggak setuju, tiba-tiba berbinar-binar matanya. "Wah! Ide lo keren banget! Bayangin aja,
misalnya kita narik 100 ribu per kasus, bila seminggu
dapet lima kasus aja udah 500 ribu, lumayan buat
nambahin biaya makan! Gue setuju! Setuju banget!"
Dia mendadak semangat.
Sejenak Tama melihat ke arah teman-temannya, kelihatannya mereka semua sudah setuju.
"Oke kalau gitu, udah sepakat nih! Kita bakalan bikin
klub detektif!" AKHIRNYA setelah ngurusin segala macamnya ke
pejabat-pejabat fakultas, Tama berhasil mendapatkan
izin untuk mendirikan klub detektif. Meskipun dikasih
persyaratan yang sama, yaitu bila dalam satu
semester belum kelihatan ada kegiatan yang berarti
maka klub itu bakalan ditutup. Sore itu mereka sedang sibuk membereskanruangan klub. Semua peralatan lama, yang
berhubungan dengan senam, mereka 'sewakan' ke
rumah pegadaian. Hasilnya mereka dapat beberapa
barang keperluan seperti meja resepsionis lengkap
dengan komputer. Terus ruang senam yang tadinya
berisi alat-alat senam kini disulap menjadi ruangan konsultasi untuk klien mereka berupa sofa mini yang
saling berhadapan sekaligus mejanya, sebuah lemari
kabinet buat nyimpen file, dispenser kecil dan sebuah
kipas angin biar nggak kegerahan.
"Eh, ngomong-ngomong nama biro detektifnya apaan
nih?" Tanya Yoga yang lagi bikin papan nama di halaman ruang klub. Tangannya sibuk mengaduk-
aduk cat kayu di ember.
"Gima kalo Detektif Serba Bisa!" Saran Tama.
"Ah, kurang menjual."
"Gimana kalo, Kantor Detektif Chandra!" Kata Chandra
yang lagi sibuk makan siomay di bangku panjang, di depan klub. Dia paling demen makan siomay, menurut
dia siomay itu makanan paling lezat sedunia.
"Gue yakin kalo namanya kayak gitu, nggak bakalan
ada yang datang!" Bales Yoga sambil cekikikan.
Sementara mereka mikir, Hendri dari klub Majalah
Kampus yang letaknya di sebelah kiri ruangan klub mereka-ruangan klub senam dan klub-klub lain yaitu
klub pencinta alam, klub musik, dan klub jurnalistik
menempel satu sama lain-dia iseng-iseng nanya,
"wah! Wah! Ganti klub nih? Katanya mau sekalian
bikin biro detektif juga? Kasus apa aja nih, yang kalian
terima?" Chandra menelan siomay di sendoknya, "Semua
kasus bisa, Mas." Jawabnya asal-asalan, "begini Mas..
Asal bayar,semua kasus gampang!" Tambahnya.
"Hebat juga!"
Yoga menjentikkan jarinya tiba-tiba. "Wah! Brilian!
Gua dapet nama nih! Gimana kalau nama biro jasanya,
Detektif ABG-Asal Bayar, Gampang! Kadang-kadang lo
jenius juga Chan!" "Hehe.." Chandra ketawa bangga.
Tama mengangguk setuju, "Gue setuju!"
Kemudian Yoga pun menyelesaikan papan nama
klubnya, Hendri yang lagi nganggur di klubnya secara
sukarela membantu mereka beres-beres. Mau
menjadi tetangga yang baik, katanya. Setelah beberapa lama Yoga berhasil menyelesaikan
tugasnya untuk membuat papan nama. Disitu tertulis : KLUB DETEKTIF
Biro Jasa :
Detektif ABG (Asal Bayar, Gampang)
Menerima kasus apa saja!
Jam Kerja : Pkl. 14.00 - 17.00
Call Center : Tama (087734902300)
"Fuih.. selesai juga!" Mereka bertiga berseru lega,
setelah seharian ini bekerja keras bela-belain bolos
kuliah statistika-padahal dosennya killer-demi
ngeberesin ruangan klub.
Hendri yang ikut membantu juga berseru lega,
soalnya dia bisa melanjutkan pekerjaan klubnya yang tertunda tadi. Tapi tiba-tiba teringat sesuatu.
"Ehm... berarti udah resmi nih, klub detektif kalian.
Aku ikut senang..." Katanya.
"Ini berkat lo juga Hendri, kalo lo nggak bantuin kita-
kita, pasti nggak akan selesai secepat ini. Thanks
banget ya... " Seru Tama. "Sebenarnya aku punya masalah.. euh," Hendri
kelihatan ragu-ragu, tapi akhirnya memberanikan diri
mengatakan hal yang sebenarnya. "Sekarang kalian
kan udah resmi buka jasa detektif.. boleh nggak nihaku menyewa jasa kalian.. aku bener-bener butuh
bantuan kalian..."
Tama dan kawan-kawan terkesiap kaget.
"Maksud lo.. menyewa jasa detektif ABG.."
"Yeah... aku butuh jasa kalian sekarang juga."
Tama, Chandra dan Yoga tak mampu menyembunyikan rasa kaget mereka. Ketiganya
langsung bersorak-sorai kegirangan.
"Akhirnya kita mendapat pelanggan pertama!"
-o0o-

Senin, 24 Januari 2011

CINTA??????

CINTA.....
Cinta itu tak bisa ditemukan melalui cover seseorang,
tak juga melalui harta dan kekuasaan. Tidak dari rasa
penasaran attaupun pujian. Tapi cinta dapat
ditemukan di hati. Karena cinta dari hati dan untuk
hati. Hanya hati yang tulus yang dapat menemukan arti cinta yang sebenarnya. *** Suatu sore di sebuah jalan, ada seorang gadis yang
terlihat sangat serius mengendarai sekuternya. Dia
telat. Seharusnya 10 menit yang lalu dia sudah sampai
di tempat lesnya, tapi karena ketiduran, ya jadi gini.
Cinta nama gadis itu. Setiap Senin, Rabu, dan Sabtu
Cinta selalu pergi les ke rumah Pak Riza, guru les matematikanya. Hari itupun demikian. Dengan
tergesa- gesa dia mengendarai sekuternya. "huwft akhirnya sampe juga.. Lhowh, kok rame
banget? Tapi urusan amat, yang penting aku harus
duduk di depan Pak Riza" pikirnya. Dengan cepat Cinta
duduk di depan. Teman- temannya sontak berteriak-
teriak kepada Cinta yang tiba- tiba nyelonong dan
duduk di depan mereka. "Gimana sih Cin? Udah dateng telat, masih mau duduk
didepan aja!" protes Rima. Cinta hanya menjawab
dengan senyuman manis ala Cinta-nya serta kedipan
centil.
"ni anak.." gumam Rima.
"iya, kok Cinta tiba- tiba duduk di depan Nia?" kata Nia yang sekarang dibelakangi Cinta.
"haha, lagian kamu nggak ngusir aku."
"ya nggak mungkin lah.. Nia kan anaknya kalem gitu!
Mana bisa ngusir kamu?" timpal Inta.
"haha.. Maka dari itu.." celetuk Cinta.
"eh, sudah- sudah!" kata Pak Riza yang melihat murid- muridnya jadi ribut gara-gara ulah Cinta. "Cin, kalau kamu datangnya telat,
ngalah dong sama teman- teman kamu. Kasihan kan
yang datangnya awal"
"nggak mau!! Cinta kan mau deket- deket Pak Riza,
hehehe" sontak teman- teman Cinta meneriakinya
"huuuu... Cinta genit!!" "hehe" Cinta tertawa cengengesan menanggapi
teman- temannya. Pak Riza memang guru yang sangat baik kepada
semua muridnya. Selain itu dia masih muda, sehingga
dia tidak kalah gaulnya dengan murid- muridnya. Jadi
maklum kalau semua muridnya menyukainya. Hari itu
berlangsung seperti biasa, penuh dengan canda tawa
dan kelakar anak- anak. Selain itu ditambah oleh ulah Cinta yang selalu membuat teman- temannya
tertawa. Tanpa disadari Cinta, ada sepasang mata
yang selalu memandang dengan kagum kepadanya
dan mengikuti semua tingkah konyolnya dengan
tatapan penuh arti. Mata yang menyiratkan
kehangatan bagi siapa saja yang memandangnya. Hari itu hari Minggu, hujan turun dengan lebatnya,
karena bulan itu musim hujan telah tiba. Tapi les-
lesan Cinta tetap ramai seperti biasa, bahkan lebih
ramai karena hari itu ada beberapa anak baru di les-
lesan Cinta. Diantara anak- anak baru itu ada seorang
cowok yang dalam sekejab menjadi idola semua cewek di les- lesan itu. Anak itu memang paling
perfect di antara teman- temannya. Tinggi, putih,
manis, cakep, tajir, kalau dilihat dari stylenya yang
wah... Zean nama cowok itu. Semua cewek di les-
lesan itu tidak henti- hentinya membicarakannya. Tapi
tidak dengan Cinta. Dia bahkan tidak tau kalau Zeanitu ada. Menurutnya itu tidak penting, karena baginya
belajar itu nomor 1!!!! "Cin, kamu nggak tertarik sama Zean?" tanya Rina di
sela- sela les mereka.
"Zean? Zean siapa Na?" tanya Cinta kepada Rina
dengan tatapan bingung.
"hadoh ni anak, itu lho anak baru yang duduk di depan
Yudhis. Masa kamu nggak tahu? Makannya jadi orang tu merhatiin sekitar, nggak belajar mulu!" ledek Rina.
"ya" jawab Cinta singkat.
"ya? Maksud kamu Cin?" Rina bingung.
"ya, ya, ya, hahahaha..." Cinta segera meninggalkan
Rina yang masih terbengong- bengong mendengar
jawaban Cinta barusan. Sementara Cinta malah cengengesan pergi entah kemana. *** Malam itu tiba- tiba HP Cinta bordering "nomor baru. Siapa ya?" gumam Cinta.
"halo? Siapa ya?" tanya Cinta.
"halo? Cinta?" tanya orang di seberang.
"iya, aku Cinta, siapa ya?"
"aku Zean, tau kan?"
"Zean? Zean anak baru itu?" "iya, tahu juga kamu ternyata. Aku pikir nggak tahu.
Hehe"
"sebenernya nggak tahu, tapi tadi Rina cerita gitu
tentang kamu. Hehe, nggak usah GR"
"ih ni anak jujur banget, nggak ada basa- basinya
nond buat nyenengin ati orang?" "ooo yaaa lupa. Ya kapan- kapan aku tambahin deh.
Hehe"
"nggak perlu. Yang penting sekarang udah tau. Okey
Cin? Salam kenal aja ya?"
"yupz, salam kenal juga"
"udah dulu ya Cin, udah malem, malem manis..." "malem Zean.." Pepatah Jawa "WAITI'N TRESN BECAUSE KULAIN" (baca:
witing tresna jalaran saka kulina) pun berlaku bagi
Cinta dan Zean. Dari sebuah telephon, akhirnya
merekapun bersahabat.Zean dan Cinta saling sharing jika ada masalah. Cinta
membantu Zean, Zean membantu Cinta.
Suatu malam Zean kembali menelphon Cinta. "halo? Apa Ze?"
"nggak pa- pa, cuma pengen denger suara kamu aja.."
"mas, mbag Cinta pingsan, perlu dibawa ke RS ini
kayaknya" jawab Cinta meniru suara pembantunya.
"hahahahaha.." Zean ngakak.
"uda ada apa? Pasti ada maunya ini.." "hehe, kamu tau aja"
"ya iyalah, Cinta gituu.. Sekarang, kamu mau aku
ngelakuin apa buat kamu"
"eeee Cin, hehe, jadi malu.."
"lhah pake malu segala, cepet ngomong, atau nggak
jadi aku bantu nih" "eh, eh, tunggu dong sayang.. Oke, oke, aku
ngomong"
"(hening)"
"Ze, kamu masih di sana kan?"
"iya, oke, gini Cin, kamu bisa bantu ngedeketin aku
sama Nikta?" "what? Apa Ze? Aku nggak denger"
"huuhh.. Cinta sayang, kamu bisa bantu ngedeketin
aku sama Nikta?"
"hahahahahahaha... kamu suka Nikta? Ramanikta...
Hahahahaha"
"ih lebay!! Gimana? Bisa bantu nggak?" "oke, oke, aku usahain dulu. Tapi kalau nggak berhasil
jangan salahin aku ya?"
"iya, iya, makasih ya sayang, kamu baik banget.."
"kalau ada maunya aja muji- muji gitu""hehe, nggak
papa kan Cin, sekali- sekali, makasih ya Cin"
"iya, udah dulu ya, belajar dulu" "oke, malem"
"malem" Cinta menutup telephon itu. *** Dimulailah misi Cinta mendekatkan Zean dan Nikta.
Cinta memang tidak mengalami kesulitan dalam
mengerjakan misinya, karena Nikta adalah salah
seorang sahabat baiknya. Setiap bersama dengan
Nikta, Cinta selalu membicarakan Zean,memuji- muji Zean, tujuannya tidak lain dan tidak
bukan adalah supaya Nikta tertarik dengan Zean. Tapi
apa yang terjadi? Malah Cinta yang mulai menyukai
Zean. Awalnya Cinta tidak menyadari perasaan itu,
tapi suatu sore di les- lesan, Cinta merasakan
kesedihan saat melihat tawa Zean untuk Nikta, bukan untuk dirinya. Sore itu hari sabtu, Cinta menghampiri Zean setelah
les berakhir untuk membicarakan misi Cinta
selanjutnya.
"hy Ze.."
"hy Cin, ngapain kamu senyam- senyum gitu?"
"nggak, nggak papa, cuma mau bilang, misiku udah kelar, kamu tinggal maju sendiri"
"oh ya? Cintaaa, kamu baik banget" ucap Zean yang
langsung memeluk Cinta, Cinta yang kaget sontak
mendorong Zean. Dag dig dug juga siih. Untung nggak
ada yang liat.
"sory Cin, reflek, kesenengan sih akunya, hehe" "seneng sih seneng, tapi jangan dilampiasin ke aku.
Ke Nikta sana!"
"ssttt.. Jangan keras- keras,nanti orangnya denger"
kata Zean sambil membekap mulut Cinta. Jantung
Cinta kembali bersalto. Namun tiba- tiba Nikta datang.
Zean langsung melepaskan tangannya dari mulut Cinta.
"hai Ze.. Cin, udah mau pulang belum? Nebeng ya?
Sopirku nggak njemput nih"
"nggak boleh. Bareng Zean sana! Hehe"
"yah Cinta.."
"alah nggak papa. Iya kan Ze?" "hah? I.. Iya.. Bareng aku aja Ta, nggak papa kok"
"sana Ta, bareng Zean aja. Lagian aku tadi disuruh
Mama belanja dulu" dusta Cinta
"ya udah, aku bareng Zean aja. Bener nih Ze nggak
papa? Rumah kita kan jauh?"
"iya bener, suer" "oke, duluan ya Cin, kamu nanti ati- ati""iya, iya, cepet sana jalan! Pegangan atuh Ta"
"thanks ya Cin.." pamit Zean sambil mengedipkan
sebelah matanya. Tanpa diketahui Nikta tentunya.
Cinta hanya tersenyum menatap kepergian Zean dan
Nikta. Tak tahu kenapa, hatinya terasa sangat sakit. "ya Tuhan, kenapa aku ini?" ucap Cinta pada suatu
malam. "apa aku suka dia? Nggak! Dia kan sahabatku,
lagian cinta dia bukan untukku.... Ya Tuhan, jika dia
memang untukku, tumbuhkanlah perasaan ini, tapi
kalau dia bukan untukku, bunuh dan hapuslah rasa ini
dari hatiku. Aku ikhlas kalau dia bahagia bersama Nikta" ucap Cinta dalam do'anya.
Tapi perasaan di hati Cinta terus tumbuh, dia berusaha
menepis perasaannya, tapi tetap tidak bisa. Sampai
akhirnya Cinta memutuskan untuk mengungkapkan
semua isi hatinya kepada Zean. Cinta tidak peduli apa
jawaban Zean untuknya, dia hanya mau Zean mengetahui isi hatinya.
Malam itu juga Cinta menelphon Zean.
"halo.. Ze?"
"halo.. Apa Cin? Tumben malem- malem gini nelpon."
"nggak, aku cuma pengen ngomong sesuatu sama
kamu." "ngomong apa? Mau curhat? Ngomong aja. Zean slalu
siap buat Cinta. Hehe"
"kamu udah nembak Nikta?"
"belum lah Cin, deket juga baru kemaren, napa sih
tanya- tanya?"
"kamu beneran suka sama dia?" "uummm... Kamu kenapa sih Cin? Jangan- jangan
kamu suka ya sama aku? Hehe"
"jujur, aku emang suka sama kamu. Boleh kan Ze?"
(Hening lama)
"Ze? Halo? Zean? Kamu nggak pingsan khan Ze?"
"i.. Iya.. Aku juga suka kamu. Udah dari dulu sih, tapi bingung ngomongnya"
"bener Ze?""iya, aku sayang kamu Cinta"
"makasih Ze"
"iya, sama- sama Cin"
"ya?"
"tapi jangan bilang ini ke sipa- siapa ya? Aku mohon"
"emang kenapa Ze?" "ya jangan bilang aja, belum waktunya"
"oke" tanpa berpikir panjang, Cinta menyanggupi
permintaan Zean. Sejak saat itu hubungan merekapun dimulai.
Hubungan tanpa status yg hanya mereka berdua saja
yg tahu. Hubungan yang disalah artikan salah satu
pihak sebagai CINTA. Setiap hari Zean selalu menelphon Cinta hanya untuk
sekedar mengetahui kabar Cinta atau sedang apa
Cinta saat itu. Hubungan mereka berjalan dengan baik
selama beberapa minggu. Zean selalu baik pada Cinta,
selalu ada di setiap Cinta membutuhkannya dan selalu
menghibur Cinta dengan kata- kata manisnya. Sampai akhirnya beberapa hari di akhir bulan itu, Zean tidak
lagi menghubungi Cinta seperti biasanya. Cintg mulai
khawatir dan curiga kepada Zean. Sebenarnya apa
yang terjadi dengan Zean? Pertanyaan itu terus
berputar- putar di otak Cinta. Diam- diam Cinta
menyelidiki mengapa Zean melakukan itu pada Cinta, menghukum Cinta yang tak tahu apa salahnya.
Semula dia hampir putus asa, ternyata dia dan Zean
tidak sedekat seperti yang selama ini dia bayangkan.
Jarak di antara dia dan Zean ternyata terlalu lebar.
Selama ini Cinta selalu merasa bahwa dialah orang
terdekat Zean, tapi tidak. Cinta hanya mengetahui sedikit sisi dari Zean. Dia belum memahami
bagaimana sebenarnya Zean, siapa dia, dan
bagaimana kehidupannya. Cinta hanya mengenal
Zean yang selama ini ada di hadapannya,melihat Zean hanya dari satu sisinya saja.
Beberapa hari setelah Cinta menyelidiki Zean,
akhirnya dia tahu apa yang sebenarnya membuat
Zean akhir- akhir itu menjauhinya. Cinta mengetahui
sebuah kenyataan. Kenyataan yang membuatnya
sakit, terpuruk, sedih, dan kecewa. Cinta mengetahui sebuah kenyataan dari teman-
teman Zean. Selama ini Zean sedang mendekati
seorang gadis, Amalia nama gadis itu. Sudah lama
Zean menyukai Amalia, dan sudah berulang kali Zean
mencoba menyatakan perasaannya pada gadis itu,
tapi Amalia selalu menolaknya. Oleh karena itu Zean selalu mencoba mendekati Amalia dengan cara
apapun. Dan beberapa hari yang lalu Zean
mendapatkan kemenangannya. Dia mendapatkan hati
Amalia. Cinta terlalu takut untuk menerima bahwa apa yang
dikatakan teman Zean adalah suatu kenyataan. Cinta
sangat membenci kenyataan yang malah
menyakitinya. Seandainya Cinta tahu semuanya akan
seperti ini, Cinta tidak akan mencari tahu mengapa
zean menjauhinya. Lebih baik Cinta tidak tahu apa- apa tentang Zean daripada dia harus sakit dan
kecewa. Cinta belum pernah merasa sangat kecewa
seperti ini kepada seseorang. Cinta selalu menilai
seseorang dari sisi positifnya saja, dia tidak pernah
membayangkan sisi negatif seseorang akan sangat
melukainya. Tapi setidaknya Cinta tahu apa alasan Zean melarangnya menceritakan hubungan mereka
kepada orang lain. Cinta juga menjadi tahu alasan
Zean tidak pernah menyatakan CINTA kepadanya,
karena cinta Zean memang bukan untuknya. Sejak saat itu Cinta tidakpernah lagi menghubungi Zean. Jika bertatap muka
dengan Zean, Cinta hanya diam. Pernah suatu waktu
Zean menanyakan apa yang terjadi kepada Cinta, tapi
Cinta hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.
Sejak saat itu juga Cinta menjadi lebih banyak murung
daripada tertawa. Seakan- akan senyum dan tawa Cinta yang dulu, telah pergi meninggalkannya.
Semangatnyapun seakan- akan telah menguap habis.
Teman- temannya sangat mengkhawatirkan Cinta.
Sebab Cinta tidak pernah seperti ini sebelumnya. Cinta
yang dulu selalu ceria, tertawa dan menghangatkan
suasana dengan kelakar- kelakarnya. Sedangkan Cinta yang sekarang bukanlah Cinta yang seperti itu.
Mereka semua khawatir dengan keadaan Cinta.
Termasuk sepasang mata yang dari dulu selalu
memperhatikan Cinta. Sore itu setelah les berakhir, Rima menghampiri Cinta
yang sudah siap mau pulang. Rima mencoba
menanyakan apa yang terjadi pada Cinta. "Cin.."
"iya.. Apa Ma?"
"kamu kenapa sih? Sekarang kamu pendiem banget"
Cinta menggelengkan kepalanya "nggak kok, nggak
papa, Cinta masih Cinta yang dulu" jawab Cinta
"nggak Cin, kamu nggak kaya Cinta yang aku kenal. Udah 3 tahun lebih aku kenal kamu, kamu belum
pernah kaya gini sebelumnya. Sebenernya kamu
kenapa Cinta?" Cinta hanya diam mendengar
pertanyaan- pertanyaan Rima.
"kamu nggak mau cerita sama aku Aprilita Leycinta
Asika Putri?" Cinta tetap diam.
"oke, mungkin kamu emang nggak nganggep aku
sahabat kamu. Ya udah aku pulang dulu."
"tunggu Ma, kamu emang sahabat aku, sahabat akuyang palin baik. Oke, aku mau cerita sama kamu"
"huuhh.. Kenapa nggak dari tadi sih Cin? Sekarang
jelasin semuanya kenapa kamu kaya gini!"
"gini, sebenernya aku sama Zean....." lalu Cinta pun
menceritakan semuanya kepada Rima, termasuk apa
yang terjadi antara dia dan zean beberapa hari yang lalu. Mereka tidak tahu bahwa sedari tadi ada
sepasang mata yang terus mengamati dan
mendengarkan percakapan mereka. Mata itu mata
yang sama yang selalu mengagumi Cinta. Mata yang
selalu menyiratkan kehangatan bagi siapa saja yang
menatapnya. Tetapi tidak untuk saat ini, mata itu memandang dengan garang ke arah mereka berdua.
Sebelum mereka menyadari, mata itu telah
meninggalkan mereka dan bergegas mengejar
buruannya
"udag Cin, jangan sedih lagi, mungkin Zean memang
bukan buat kamu. Dia nggak pantes buat kamu. Kamu terlalu baik Cin. Kamu pasti akan nemuin cowok yang
lebih baik dari Zean" kata Rima tulus kepada
sahabatnya.
"iya sih Ma, tapi aku udah terlanjur sayang banget
sama dia" jawab Si sahabat.
"apa yakin itu cinta yang sebenarnya?" Cinta terpaku mendengar pertanyaan Rima
"huh huh huh huh huh" suara Aldi yang berlari
terengah- engah ke arah mereka.
"kenapa sih ni anak? Habis marathon ya Di?" goda
Rima.
"huh huh gawat huh Putra huh sama Zean huh berantem huh"
"APA??"
"huh mereka kayaknya huh ngomongin kamu Cin"
"dimana Di?"
"huh di rumah Fahmi"
Cinta dan Rima langsung menuju ke rumah Fahmi. Cinta setengah khawatir, setengah bingung
mendengar penjelasasan Aldi.
Setelah sampaidi tempat Fahmi, mereka hanya bisa terpaku melihat
apa yang terjadi di depan mereka.
"APA YANG LOE LAKUIN SAMA DIA BRENGSEK?!!" teriak
Putra sambil melayangkan tinjunya ke pipi kanan
Zean. Sementara Zean hanya terdiam menerima
pukulan- pukulan Putra. Dia tidak akan membalas, dia tahu bahwa dia salah.
"SELAMA INI GUE BELUM PERNAH LIAT DIA SAMPE KAYA
GINI, DIA SELALU CERIA. NGGAK PERNAH SEDIH!! TAPI
SEJAK ADA LOE..... " teriak Putra sambil melayangkan
tinjunya lagi. Kali ini pipi kiri Zean yang jadi
sasarannya. Zean tetap diam dan tidak membalas. Bibirnya berdarah, pipinya bengkak. Tapi dia terlalu
enggan untuk membalas Putra.
"LOE TAU APA YANG GUE LIAT TADI?? DIA NANGIS!! DIA
NANGIS!!!" kemarahan Putra masih meluap- luap. Dia
mengarahkan tinjunya lagi, ke perut Zean. "STOP!! Udah Put, aku mohon, cukup!" teriak Cinta saat
itu. Putra langsung terdiam dan menarik tangannya
yang hampir menghantam perut Zean.
"aku nggak tau kenapa kalian kaya gini? Tapi aku tau
kalau kalian berantem karena aku. Kalian kenapa?!"
cinta terdiam sesaat "kamu Ze, apa aku masih ada artinya buat kamu, sampai- sampai kamu cuma bisa
mematung dan nggak nyoba menghindar dari Putra?
Apa kamu pikir dengan membiarkan diri kamu diadili
Putra kamu akan bisa menghapus rasa sakit hati aku
ke kamu? Nggak Ze, nggak sampai kapanpun!! Dan
kamu Put, kamu kenapa?? Kamu bukan Putra yang aku kenal. Apa hak kamu nyampurin urusan aku
sampai kaya gini?!" Zean dan Putra hanya terdiam
mendengar kata- kata Cinta. Cintalalu berbalik dan pergi meninggalkan mereka berdua.
"Cint, tunggu!! ada yang mau aku bicarain sama
kamu!" teriak nikta.
Di jalan, Cinta hanya terdiam memikirkan apa yang
baru saja dilihatnya. Dua orang cowok berkelahi
karena dia! Kata- kata Putra tadi terus terngiang- ngiang di
telinganya.
"Cin, kamu tahu dari dulu aku suka sama siapa?" kata
Nikta memulai pembicaraan. Cinta kemudian tersadar
dari lamunannya.
"hah? Siapa? Zean?" "nggak Cin, bukan Zean. Dari dulu aku suka Putra, tapi
aku nggak pernah bilang sama dia. Aku kagum
banget sama Putra. Dari dulu aku diam- diam muja
dia. Tapi nggak lagi setelah aku liat apa yang dia
lakuin hari ini. Cin, Putra tu cinta sama kamu. Dia
ngelakuin semua itu demi kamu" tegas Nikta. "maksud kamu?" tanya Cinta bingung
"iya, sebenernya Putra tu sayang banget sama kamu"
Nikta menarik napasnya dalam- dalam "sebenernya
udah lama aku tahu ini, tapi aku nyoba menepis jauh-
jauh pikiran ini. Apa kamu nggak sadar? Dia selalu
merhatiin kamu. Tatapan dia nggak pernah beralih semilipun dari kamu. Jujur Cin, aku iri sama kamu.
Kenapa orang yang aku sayang malah lebih sayang
ke kamu? Tapi nggak papa, asal dia bahagia aku juga
udah bahagia, apalagi dia sayangnya sama sahabat
aku"
Cinta terdiam mendengar kenyataan yang Nikta katakan padanya.
"semoga kamu bahagia sama Putra ya cin? Kamu
terima aja dia" kata Nikta tulus.
"Ta, kita balik ke tempat Fahmi!"
"hah? Buat apa Cin?" tanya Nikta bingung
"udah deh cepetan!" jawab Cinta singkat. Nikta segeramembelokkan mobilnya dan kembali ke tempat
Fahmi. Nikta tahu sahabatnya ini sedang kalut, jadi
percuma jika dia bertanya macam- macam. Sampai di
rumah Fahmi, Cinta masih melihat Putra dan Zean
sama- sama termenung di tempat tadi dia
meninggalkan mereka. "Cin, kamu mau ap....." belum sempat melanjutkan
pertanyaannya, Cinta sudah menarik Nikta keluar dari
mobilnya. Cinta menarik Nikta ke arah dua orang
cowok yang tadi baru saja berkelahi itu. Tepatnya
Cinta menarik Nikta ke arah Putra.
"Put..!" panggil Cinta. Putra segera menoleh ke arah suara yang sangat dikenalnya itu. "Put, aku udah tahu
semuanya, makasih kamu udah sayang sama aku,
kamu mau juga nggak sayang sama sahabat aku?"
Putra hanya diam. Dia tidak mengerti apa yang
dipikirkan Cinta. "Nikta Put, dia udah lama mengagumi
kamu. Dia sayang banget sama kamu, sampai- sampai hari ini dia mau nyerahin cintanya buat aku.
Aku tahu, kamu pasti nggak ngerti jalan pikiran aku,
tapi aku nggak pantes buat kamu, cinta aku udah buat
orang lain. Orang yang nggak pernah cinta sama aku.
Dan cinta kamu Put, cinta kamu yang tulus itu lebih
pantes kamu kasih ke orang yang juga tulus mencintai kamu. Udah ya Put, jaga dia baik- baik.
Semoga kalian bahagia" kata Cinta sambil
menyerahkan tangan Nikta ke Putra. Lalu dia pergi
meninggalkan mereka.
"tunggu Cin!" kata Zean tiba- tiba. Cinta berhenti,
namun tidak berbalik. "maafin aku"
"udah kok Ze, aku udah maafin kamu. Makasih buat
semua yang kamu kasih buat aku. Harapan, mimpi,
tawa, dankecewa. Makasih buat semuanya. Semoga kamu
bahagia sama Amalia. Selamat tinggal" kata Cinta. Setelah itu Cinta pergi meninggalkan mereka semua.
Ya, sejak saat itu mereka tidak pernah lagi bertemu
dengan Cinta, yang mereka tahu, Cinta pindah ke
Bandung karena ayahnya dipindah tugaskan.
Belakangan mereka tahu bahwa Cinta sudah lama
mengidap kanker otak. Dia sudah divonis dokter bahwa umurnya sudah tidak akan lama lagi.
Beberapa minggu setelah kejadian di rumah Fahmi
tersebut, Cinta meninggal. Cinta yang meninggalkan
mereka di tempat itu, pergi untuk selama- lamanya.
Pergi untuk tidak pernah kembali....... *** Hehehehe karya pertama.. mohon comment sama
votenya yaaa..?? ^^ Sebenernya ini karaya uda lama, tugas sekolah juga
jadi maaf kalo bahasanya terlalu baku.. ga sempet
ngedit :P Sekali lagi maaf kalo banyak yang salah... :D

Minggu, 16 Januari 2011

KISAH CINTAKU DI SEKOLAH

Aku berjalan menyusuri lorong sekolah dimana
tempatku biasa belajar, berbincang - bincang dengan
teman atau melakukan aktivitas lain yang mungkin
bisa berguna untuk masa depanku. Dihari pertamaku
memulai tahun pelajaran yang baru di bangku kelas
XI SMA kisah ini dimulai. Sepi suasana di sekolah saat ini sangat terasa, maklum saja karena jam tanganku
masih menunjukan pukul 06.15 pagi. Terlihat
beberapa anak berseragam rapi sedang berkerumun
membicarakan pengalamannya masing - masing saat
liburan semester kemarin. Namun bagiku itu bukanlah
suatu hal yang begitu menarik untuk dibicarakan dalam suasana seperti ini. Bagiku yang akan
membuat hari ini menarik bahkan membuatku
berdebar - debar atau malah akan mambuatku agak
sedih adalah berpisah dengan teman - teman kelas X
dulu. Walau hanya berpisah kelas dan jurusan, itu
cukup membuatku merasa sedih mengingat kenangan saat bersama - sama di kelas X dulu.
Namun yang membuatku tertarik dan berdebar -
debar adalah bertemu dengan teman - teman baru di
kelas yang baru pula. Pikiranku pun hanya berisi
dugaan - dugaan apakah aku akan sekelas dengan
dia atau dia. Sambil melepas rinduku terhadap sekolah, aku
berjalan mengelilingi sekolah. Tiba u tiba tepat disuatu
sudut sekolah aku berpapasan dengan sekumpulan
siswi yang sebaya denganku atau mungkin juga sama
- sama kelas XI. Walau hanya sekilas namun aku
sempat memperhatikan mereka semua. Dari situ aku merasa ada yang berbeda dari seorang gadis yang aku lihat bersama teman - temannya tadi.
Gadis itu sekilas terlihat manis, namun itu rupanya
kesan sekejap saja karena setelah pertemuan yang
hanya sebentar itu berakhir, tanpa kusadari hal itu
telah kulupakan.
Tak terasa suasana yang tadinya sepi telah berubah menjadi ramai seperti hari - hari sekolah biasanya.
Aku pun telah berkumpul bersama teman - temanku
kelas X untuk menunggu pengumuman pembagian
kelas baru sesuai dengan jurusan yang telah dipilih
sebelumnya. Sambil menunggu pengumuman, aku
mendengarkan tiap kata yang keluar dari mulut teman - temanku ketika mereka bercerita tentang
liburannya dan sesekali aku pun ikut menanggapinya.
Selang beberapa saat, pengumuman kelas baru pun
dipasang di papan pengumuman. Kami berebut
mengambil tempat paling depan agar dapat melihat
pengumuman dengan jelas. Melihat suasana yang semakin ramai dan tidak keruan, aku hanya bisa
berdiri menunggu keadaan menjadi tenang. Sekilas
nampak seorang gadis yang sudah tak asing lagi
bagiku, namun aku belum mengenalnya. Ternyata dia
adalah gadis yang kulihat bersama teman - temannya
belum lama tadi. Timbul rasa penasaranku untuk mengetahui kelas
yang akan dia tempati. Aku pun berjalan ke arahnya.
Namun tiba - tiba seorang temanku memanggilku.
"Yog, loe masuk kelas mana?" Tanya Khan.
"Gak tau nih, males liatnya abis rame banget."
Jawabku. "Nah, loe masuk mana?" "Kalo gue masuk IPS 2, sayang kita gak sekelas ya."
Jawabnya.
Memang semua kejadian yang terjadi pagi ini tak sesuai harapanku. Setelah keadaan agak
tenang aku mulai munelusuri baris demi baris dari
setiap lembar pengumuman yang tertempel di papan
pengumuman. Tak lama kumencari - cari namaku
dalam daftar pengumuman, akhirnya kutemukan juga
namaku di daftar siswa kelas XI IPS 4. Segera setelah itu, aku langsung membaca ulang dari awal daftar
yang baru saja kubaca untuk mencari kemungkinan
siapa tahu aku satu kelas dengan teman dari kelas X
dulu. Namun harapan itu lenyap ketika aku membaca
baris terakhir dari daftar pengumuman itu. Entah
bagaimana kugambarkan perasaanku saat mengetahui kenyataan itu. Senang karena akhirnya
bisa naik kelas dengan nilai yang menurutku
lumayan, dan sedih karena tak ada temanku yang
satu kelas denganku lagi. Namun apa boleh buat,
yang sudah terjadi biarlah terjadi dan yang
menghadang di depan harus dihadapi. Seminggu sudah aku menjadi bagian dari kelasku
yang baru. Perkenalan demi perkenalan yang
dilakukan dan diadakan seminggu terakhir oleh setiap
guru yang mengisi pelajaran telah menbuat kami
semakin akrab. Bahkan hubunganku dengan teman
sebangkuku yang bernama Agoenk semakin dekat. Satu yang teramat penting dalam kisah ini dan telah
membuatku melupakan perasaanku seminggu yang
lalu tentang kesedihan dan harapan yang sirna yaitu
pertemuanku kembali dengan gadis yang pernah
kutemui tanpa sengaja saat pertama masuk sekolah.
Belakangan ini kuketahui dia bernama Meily. Mudah menggambarkan sosoknya itu dari luar, karena apa
yang kugambarkan adalah sosok seorang gadis yang menurutku sempurna.
Namun kata sempurna itu relatif di mata setiap orang.
Tanpa kusadari aku mulai tertarik dengannya. Diam -
diam bila ada kesempatan aku suka mencuri - curi
pandang ke arahnya, memperhatikan setiap
penampilan dan tingkah lakunya. Entah dia menyadari atau tidak, yang pasti hal itu sering aku lakukan
hingga tumbuh perasaan suka terhadapnya.
Tak terasa sudah dua bulan aku berada di kelas XI.
Selama itu pula aku memendam rasa kepada Meily.
Entah mengapa dengan perasaan ini semangat
belajarku di sekolah maupun di rumah berubah dari yang tadinya suka malas - malasan menjadi giat dan
bersemangat. Hal ini kurasakan sejak mengenal
Meily. Memang terlihat bertolak belakang dengan
pendapat - pendapat yang ada selama ini tentang sifat
pemalas akibat berpacaran. Namun aku tidak peduli
hal tersebut karena itu menguntungkan bagiku. Menurutku Meily itu gadis yang anggun dan lembut,
lain dengan teman - teman wanitaku pada umumnya.
Bahkan Setiap aku memandang wajahnya yang manis
itu aku selalu terbayang sosok ibuku. Entah apa yang
membuatku teringat dengan ibuku, tapi kurasa itu
hanya rasa rinduku karena sudah lama aku tidak bertemu ibuku. Semakin hari kuperhatikan sikapnya
membuatku semakin penasaran dan ingin
mengenalnya lebih dalam. Namun dasar sifatku yang
pemalu dan enggan berbicara banyak pada wanita,
akhirnya kuurungkan niatku itu. Akan tetapi rasa
penasaran ini mengalahkan segalanya. Keingintahuanku yang menggebu - gebu akhirnya
membuatku mencari cara untuk mengenal Meily lebih dalam.
Persahabatanku dengan Agoenk yang semakin hari
semakin dekat akhirnya membuatku ingin
menjadikannya teman untuk berbagi rasa, baik
senang maupun susah. Perasaanku terhadap Meily
pun selalu menjadi pokok pembicaraan kami sehari - hari, baik di rumah dan di sekolah. Dan suatu ketika
aku berinisiatif untuk meminta bantuan kepada
Agoenk untuk mencari tahu segala tentang Meily.
"Goenk, gue boleh minta tolong gak sama loe?"
Tanyaku. "Ini ada hubungannya sama perasaanku ke
Meily." "Emang ada apa Gi?" Tanya Agoenk penuh rasa
penasaran karena itu bisa terlihat dari tatapan
matanya.
"Begini," Jawabku, "Gue kan udah lama suka sama
Meily, tapi kok yang namanya PDKT susah banget ya?"
"Laha, emang dasarnya loe pemalu gimana mau bisa deketin dia? Sama cewek lain aja kalo diajak
ngomong udah gerogi, apalagi sama Meily, bisa
pingsan loe." Jawab Agoenk sambil menyindirku.
Namun apa yang dikatakan Agoenk itu semua benar.
Sifatku yang pemalu menghalangiku untuk mendekati
Meily. Bahkan Meily pernah menyapaku ketika pulang sekolah dan bukan hanya saat pulang sekolah saja
dia menyapaku, disaat - saat tertentu pun dia pernah
mengajakku bicara, namun aku hanya menjawab
sejadinya karena jujur saja saat dia berbicara padaku,
diriku seperti tersengat listrik tegangan tinggi, namun
bukan listrik sungguhan, yang ini terasa menbuat hatiku bahagia.
Akhirnya Aku dan Agoenk bermain detektif -
detektifan. Namun kami menjadi detektif yang secara khusus hanya menyelidiki dan mencari
informasi tentang Meily. Berbagai cara kami lakukan
untuk mencari tahu hal - hal yang berbau Meily. Dari
bertanya pada teman - teman yang dekat dengannya
sampai mencari tahu dengan bertanya langsung pada
Meily walau diawali basa - basi. Semua itu dilakukan oleh Agoenk karena tidak mungkin aku yang pemalu
ini melakukan hal tersebut. Aku hanya bisa mencari
tahu dengan memperhatikannya dari jauh seperti
yang kulakukan biasanya. Memang semua itu terlihat
aneh dan kekanak - kanakan, namun kami menikmati
hal tersebut bahkan kami sempat memanggil diri kami sebagai detektif walau hanya sebatas dalam
imajinasi kami sendiri.
Berkat bantuan dari Agoenk sekarang aku tahu lebih
banyak tentang Meily walau tidak sebanyak yang
diketahui oleh orang - orang terdekatnya. Namun
sebuah kabar yang entah mestinya harus kuketahui atau tidak saat itu telah tersebar dan sampai ke
telingaku. Sebuah kabar yang menurutku dapat
membuat dunia menjadi gelap bahkan membuat
sebuah harapan baru yang sedang tumbuh dalam
hatiku terancam sirna seperti harapanku yang telah
lalu. Ternyata telah ada yang mengisi ruang hati Meily selama ini. Entah kabar itu benar atau tidak karena
yang namanya kabar belum bisa dipastikan benar
atau tidak adanya bila belum ada yang bisa
membuktikan.
Setelah mendengar kabar yang tak menyenangan itu,
diri ini seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Hati ini kehilangan arah yang harus
ditempuhnya. Semua yang telah kudapatkan selama ini dan apa yang telah kususun hingga saat ini
hilang begitu saja seperti pasir yang tersapu ombak.
Hidup ini seperti tak berarti lagi bagiku. Entah
bagaimana dapat kugambarkan keadaan dan
suasana hatiku saat itu. Begitu gelap, tak tahu arah
dan tujuan. Mengapa semua ini terjadi begitu mendadak. Tak pernah kubayangkan hal ini akan
menimpaku. Memang segala yang terjadi begitu
kejam bagiku. Namun apa yang bisa kuperbuat untuk
merubah yang telah terjadi? Tidak ada, kecuali
menerimanya dengan pikiran yang jernih dan penuh
kesabaran. "Ngelamunin dia ya?" Tanya Agoenk membuyarkan
lamunanku.
"Siapa juga yang lagi ngelamun." Jawabku mengelak
dari tuduhannya. "Tapi emang gue lagi mikirin yang
loe omongin ke gue waktu itu."
"Gak usah dipikirin, lagian belum tentu itu bener." Kata Agoenk mencoba menghiburku.
"Tapi masalahnya kalo itu beneran gimana?" Kataku
sedikit agak kesal.
"Ya kita cari tau dulu lah, semoga aja gak bener."
Mendengar perkataan Agoenk yang sebenarnya
sedang menghiburku, timbul sedikit harapan dihatiku. Walau hanya sedikit namun itu bisa membuat
semangatku timbul kembali. Lalu aku mulai berpikir
dan membangun kembali segala sesuatu yang
sempat hilang tadi.
Dimulai dari menduga - duga akan kebenaran kabar
bahwa ada laki - laki yang telah mengisi hati Meily. Lalu kami coba membuktikannya dengan mencari
tahu siapa sebenarnya laki - laki yang bisa dikatakan
telah menaklukan hati Meily itu. Segala upaya yang
kulakukan dengan agoenk akhirnya membuahkan hasil. Walau hasilnya belum begitu
mengena dengan yang kami kehendaki namun sudah
cukup untuk menjadikannya sebagai bukti awal
kebenaran kabar yang tidak menyenangkan bagiku
itu. Bahkan semakin banyak bukti yang didapat
semakin hancur perasaanku ini melihat kenyataan yang ada.
Mick yang selalu disebut - sebut Meily ketika berbagi
rasa dengan teman dekatnya merupakan nama
samaran untuk laki - laki yang dia sukai itu. Entah
perasaan apa yang saat ini menyelimuti hatiku, begitu
panas hati ini ketika kumengingat hal tersebut. Mungkinkah itu api cemburu? Tak salah aku
menyebutnya begitu karena sejujurnya aku memang
sedang dilanda cemburu.
Setelah semua itu terjadi, aku mulai berpikir mengapa
semua itu terjadi dan mengapa pula aku yang harus
mengalaminya. Aku membayangkan kembali masa yang telah lalu, dimana aku mulai duduk di kelas XI,
kapan aku mulai mengenal teman - teman baruku
sampai perkenalanku dengan seorang gadis yang
bernama Meily yang telah membuat hidupku berubah
menjadi seperti ini. Sampai suatu saat timbul dalam
pikiranku sebuah ide yang menurutku agak nekat karena akan menjadi pengalaman pertamaku
melakukan hal itu. Terus kupikir dan
kupertimbangkan ide itu hingga aku meminta
pendapat kepada teman dekatku Agoenk dan dia pun
menyetujui ideku itu. Tanpa pikir panjang aku mulai
menyusun rencana untuk merealisasikan ideku. Di malam yang dingin, kata demi kata kurangkai
menjadi beberapa kalimat. Bukan kalimat biasa
tentunya, melainkan untaian kalimat penuh makna yang bisa mewakili isi hatiku
saat ini ketika membayangkan seorang wanita yang
telah membuatku jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Kalimat - kalimat yang menurutku lebih pantas
disebut puisi ini kubuat bukan tanpa maksud, namun
tiap baitnya ingin kusampaikan kepada gadis pujaanku. Sesuai dengan ideku sebelumnya yaitu
mengirim tulisan yang kubuat tadi melalui SMS, aku
mulai mengetiknya tiap hurufnya sambil
memperhatikan sisa batas karakter yang masih bisa
dipakai. Jantungku berdebar tak seperti biasanya
ketika menulis tiap kalimat yang kubuat. Hatiku terus berkata apakah aku harus mengirimkannya atau
tidak. Setelah tersusun sesuai dengan keinginanku,
aku mulai mengatur waktu SMS itu kapan akan
terkirim. Lenkap sudah persiapanku itu. Seperti
seorang prajurit yang akan menjalankan tugas
pertamanya di medan perang, jantungku terus berdebar cepat dan pikiranku tetap bimbang antara
mengirimkan puisi tadi atau membatalkan niatku.
Namun lama kelamaan perasaan dan pikiran itu
hilang karena rasa kantuk menguasaiku hingga
akhirnya aku pun tidur dengan pulas. MALAM YANG SEMAKIN LARUT. . .
SEPERTI DIRIKU YANG LARUT DALAM CINTA. . .
KUBUTUH KEHANGATAN CINTA. . .
DI TENGAH MALAM YANG DINGIN INI. . . Sudah dua kali aku melakukan hal itu. Namun masih
ada yang membuatku gelisah dan belum puas.
Memang Meily pasti sudah tahu maksud dari isi pesan
yang kukirim kepadanya dua hari terakhir ini, Namun
sesuatu yang membuatku belum puas saat itu adalah
tanggapannya terhadapku setelah kuungkapkan isi hatiku
kepadanya melalui kalimat - kalimat singkatku. Dan
saat - saat seperti itulah yang kini sedang kunanti.
Namun saat - saat itu tak kunjung datang. Hari
berganti hari dan hal yang selalu kuharapkan sedari
kemarin mungkin hanya akan menjadi harapan selamanya.
Memang terasa begitu pahit, sebuah kabar yang tak
kuharapkan terdengar kembali sampai ke telingaku.
Dan kali ini akan membuatku lebih menderita dari
sebelumnya. Ternyata Meily memang tak ada rasa
apa - apa terhadapku! Sungguh menyayat hati. Sangat tidak pantas untuk dikatakan. Ketika seseorang
sedang berharap kebahagiaan akan datang suatu
saat kepadanya namun sebaliknya, kehacuran yang
datang kepadanya. DON'T ASK TO ME. . .
DON'T FORGET ME. . . Hari - hariku kini terasa hampa. Diri ini yang dulu
selalu kubanggakan bagiku kini seperti tak berharga
lagi. Tak ada apapun dalam pikiranku saat ini selain
puing - puing harapan yang dulu selalu menjadi arah
dan tujuan hidupku dikala muda. Tak ada sisa
kebahagiaan lagi dihatiku. Yang ada hanyalah keputusasaan yang akan terus menyelimutiku entah
berapa lama. Sahabat dekatku Agoenk yang selama
ini selalu membantuku menhadapi masalah - masalah
dari yang kecil hingga yang besar juga ikut
merasakan kesedihanku. Berbagai upaya dia lakukan
untuk menghiburku, Namun aku terlalu larut dalam kepedihan hingga aku tidak menghiraukan
keberadaannya itu.
Suatu ketika, saat aku sedang di rumah, telepon
genggamku berdering, lalu kulihat ternyata ada pesan masuk. Otakku langsung berpikir dan
mengira - ngira siapa yang mengirimiku pesan.
Segera kubuka pesan itu. Ternyata Agoenk
menanyakan apa yang sedang aku lakukan di rumah.
Setelah beberapa pesan singkat keluar masuk dari
telepon genggamku, akhirnya aku dan Agoenk memutuskan untuk bertemu diluar malam nanti.
Kebetulan malam ini malam minggu sehingga bisa
dijadikan waktu untuk mencari hiburan diluar.
Singkat cerita aku dan Agoenk duduk di alun - alun
kota sambil diterangi lampu yang besinar warna -
warni. "Gimana masih mikirin yang itu?" Tanya Agoenk
memulai pembicaraan.
"Iya nih, gue gak bisa ngelupain dia." Jawabku.
"Aku ada saran nih, gimana kalo loe coba ngomong
lagi sama dia. Siapa tau ada perubahan." Kata Agoenk
menyarankan. Selama ini saran dan masukan dari Agoenk cukup
berguna bagiku. Maka dari itu, dimalam minggu ini
juga aku mencoba untuk bicara kepada Meily, melalui
SMS tentunya. Kutulis pesanku dimulai dari
permohonan maafku karena mungkin selama ini aku
telah mengganggunya serta keinginanku agar Meily tetap mau berteman denganku seperti biasanya
karena selama ini dia terlihat menjauhi aku. Akhirnya
malam semakin larut, aku dan Agoenk setuju untuk
pulang kembali ke rumah.
Apa yang kunantikan sedari malam sampai pagi ini
belum datang. Apakah dia marah atau ada suatu hal yang menjadi alasan untuk tidak membalas pesanku.
Lalu kutanyakan hal ini kepada Agoenk. Menurutnya
mungkin saja Meily sedang tidak ada pulsa atau ada
alasan lain. Lalu dia menyarankan aku untuk mengirim pesan
lagi menayakan alasan sebenarnya.
Segera setelah kukirim pesan singkat kepada Meily.
Telepon genggamku berdering menandakan ada
pesan baru masuk. Karena tak sabar, aku segera
membukanya. Ternyata memang apa yang Agoenk katakan. Dengan lembut Meily meminta maaf dan
menjelaskan alasan mengapa dia tidak membalas
pesanku tadi malam.
Timbul sesuatu dalam pikiranku yang tak seperti
biasanya. Aku memberanikan diri menceritakan
segala perasaanku terhadapnya secara langsung tanpa dikiaskan dalam bait - bait puisi lagi. Kukatakan
aku menyukainya dan apa yang kulakukan selama ini
semua karena aku hanya ingin dia tahu bahwa aku
sayang dia. Dan kuceritakan juga alasan mengapa
aku mencintainya sekaligus meminta maaf atas
perbuatanku selama ini yang mungkin telah mengganggu kehidupannya. Dan dengan dua
jawaban Meily yang terakhir atas pesanku sudah
cukup untuk mengakhiri kisah cintaku yang tak
pernah berakhir. Walau kuingin segalanya hilang dari
ingatanku namun tetap saja diriku tak berdaya lepas
dari perasaan cintaku terhadapnya. Memang cintaku tak berbalas namun akan tetap kubiarkan tumbuh
sampai ada cinta lain yang lebih baik bagi diriku.
Entah sampai kapan.

TAMAT

CERITA DARI NERAKA

Seorang warga Indonesia meninggal dan karena amal
perbuatannya buruk lalu ia dikirim menuju ke neraka.
Di sana ia mendapatkan bahwa ternyata neraka itu
berbeda-beda bagi tiap negara asal.
Pertama ia ke neraka orang-orang Inggris dan
bertanya kpd orang-orang Inggris di situ: "Kalian diapain di sini?" Orang Inggris menjawab: "Pertama-tama, kita
didudukan di atas kursi listrik selama satu jam. Lalu
didudukan di atas kursi paku selama satu jam lagi.
Lalu disiram dengan bensin dan disulut api. Lalu, setan
Inggris muncul dan memecut kita sepanjang sisa
hari." Karena kedengarannya tidak menyenangkan, si
orang Indonesia menuju keneraka lain. Ia coba
melihat-lihat bagaimana keadaan di neraka AS,
neraka Jepang, neraka Rusia dan banyak lagi. Ia
mendapatkan bahwa kesemua neraka-neraka itu
kurang lebih mirip dengan neraka orang Inggris. Akhirnya ia tiba di neraka orang Indonesia sendiri,
dan melihat antrian sangat-sangat panjang yang
terdiri dari orang berbagai-bagai negara (tidak cuma
orang Indonesia saja) yang menunggu giliran untuk
masuk neraka Indonesia . Dengan tercengang ia bertanya kepada yang ngantri:
"Apa yang akan dilakukan di sini?" Ia memperoleh
jawaban: "Pertama-tama, kita didudukan diatas kursi
listrik selama satu jam. Lalu didudukan di atas kursi
paku selama satu jam lagi. Lalu disiram dengan bensin
dan disulut api. Lalu setan Indonesia muncul dan memecut kita sepanjang hari." "Tapi itu kan sama persis dengan neraka-neraka yang
lain toh. Lalu kenapa dong begitu banyak orang ngantri untuk masuk ke sini?" "Di sini service-nya sangat-sangat buruk, kursi
listriknya nggak nyala, karena listrik sering
mati...kursi pakunya nggak ada, tinggal pakunya aja
karena kursinya sering diperebutkan. ..bensinnya
juga nggak ada tuh, karena harganya melambung
tinggi, malah di tahun 2008 katanya mau naik lagi dan setannya adalah mantan anggota DPR, jadi ia cuma
datang, tanda tangan absensi, lalu pulang."
Hehehe

CERITA MISTERI GUA

Gue mau cerita ato berbagi pengalaman mistis. Gue
harap lo semua jangan pada takut. Ini terjadi tahun
lalu ketika pada jam 2 dini hari gue mau ke kamar
mandi. Khususnya sikat gigi, karena gigi gue tuh sakit
banget. Malemnya, rencana ini mulus juga, gue pergi ke
kamar mandi dengan ngantuk yang amat teramat
berat. Pas, sesampainya di kamar mandi, gue masuk
dan tiba-tiba bayangan hitam lewat.. Gue kaget, tapi
gue nyadar, mungkin nyokap atau adek gue.
Bayangannya 2, tingginya se-nyokap dan se-adek. Arah bayangan itu menuju dapur, pas gue tengok
pinta dapur gue ke kunci. Gue berbicara pada diri gue
sendiri, siapa sih malem2 gini jail banget? Besok
paginya, gue tanya ke-anggota keluarga gue, katanya
gak ada yang bangun jam segitu. Emang sih, pas gue
balik ke kamar, gue ngintip kamar nyokap n bokap. Mereka masih tidur pulas. Setelah gue tanya, gue berangkat ke sekolah, di
sekolah gue ngalamin kejadian aneh semenjak
peristiwa itu, yang ngalamin emang bukan gue sih.
Temen gue pas maen kejar-kejaran trus dia masuk
kamar mandi ke 3. Padahal kamar mandi itu ga bisa
dikunci, dia bilang dia kekunci gitu. Tapi, akhirnya dia bisa keluar juga. Pas dia udah keluar, kejadian aneh
muncul lagi. Adek kelas gue kesurupan! Dan yang
aneh adalah temen gue yang kekunci itu tak lain
adalah sahabat gue sendiri. Dan adek kelasnya adalah
anak-anak yang gue benci. Aneh banget kan????? Gue juga ga tau apa yang terjadi dengan gue. Tapi,
yang jekas kini gue lebih berhati-hati. Doa sebelum berangkat sekolah, doa sebelum masuk halaman
sekolah, dan yang paling penting. KIni, gue ga berani
ke sekolah jam 06.00 WIB. Sekarang dimajuin 15
menit. Coz gue ga mau ngalamin lagi. Hal ini terjadi juga pas gue pindah sekolah karena
ketamatan gue. Padahal gue udah ke sekolah
Islam,tapi kejadian itu berlangsung sekitar 2 hari.
Beberapa bulan setelah gue sekolah disana (MTsN).
Setelah kejadian itu akhirnya gue selalu membawa
buku saku "KUMPULAN FIRMAN-FIRMAN ALLAH SWT". Gue ga mau kejadian itu lagi terjadi pada orang-orang
yang gue benci ataupun yang gue sayangi.

SALAH TAFSIR

Suatu pagi yang indah di sebuah sekolah dasar,
seorang guru yang begitu berdedikasi mengajar
anak2 muridnya tentang betapa bahayanya minuman
keras kepada mereka. Sebelum memulai
pelajarannya pada hari itu dia telah mengambil 2 ekor
cacing yang hidup, sebagai sampel dan dua gelas yang masing2 berisi dengan air mineral dan arak.. "Coba perhatikan murid2.. lihat bagaimana saya akan
memasukkan cacing ini kedalam gelas, perhatikan
betul2. Cacing yang sebelah kanan saya, akan saya
masukkan ke dalam airmineral sedangkan cacing
yang sebelah kiri saya akan masukkan ke dalam
arak. Perhatikan betul2." Semua mata tertuju pada kedua ekor cacing itu.
Cacing yang berada dalam gelas yang berisi air
mineral itu berenang di dasar gelas, sedangkan
cacing yang berada di dalam arak tergeletak lalu
mati. Si guru tersenyum lebar melihat anak2
muridnya memberikan perhatian pada pelajarannya. "Baiklah murid2, apa yang kamu dapat dari pelajaran
yang saya tunjukkan tadi??" Dengan penuh yakin anak2 muridnya menjawab, Untuk menghindari cacingan..... minumlah arak......... YANG PENTING GRATIS Sepasang suami-isteri yang terkenal pelitnya siang
hari itu bersama ke-3 anak2nya yang masih kecil,
memanggil sebuah mobil taksi yang kebetulan liwat,
lalu menanyakan harganya, yang dijawab oleh sopir
itu : "Untuk orang dewasa ongkosnya Rp.50.000,- per-
orangnya, sedangkan untuk anak2 GRATIS-dehhh.....", keruan saja jawaban ini membuat keduanya
kegirangan, sembari menyuruh ke-3 anak2nya segera memasuki taksinya itu, bokap
itu berkata : "Kalian pergilah duluan dengan mobil ini,
Papa dan Mama akan menyusul kalian dengan naik
bis kota sajaaaaa.........".

Sabtu, 15 Januari 2011

Jam 2 siang...!!!

uu"Sayang, kamu kenapa ? Ko hari ini keliatan murung
gitu sih ?"
"Ah ga kenapa-napa ko."
"Hari ini kamu keliatan laen deh ?"
"Laen gimana ?"
"Kayak gak semangat gitu, kamu lagi ada masalah ? cerita dong ? mungkin aja aku bisa bantu."
"Sayang, aku gak apa-apa ko bener." Sahut Alisya
sembari mengusap pipi kanan-ku lembut.
"Beneran."
Alisya mengangguk sambil menorehkan senyum
manisnya. "Ya udah, eh mau makan dimana."
"Terserah aja deh, tapi aku gak makan ya."
"Lho kenapa."
"Masih kenyang."
"Ih bukannya dari pagi kamu belum makan."
"Ga ah lagi, gak nafsu makan gini." "Masuk angin kali tuh."
"Maybe!"
"Setidaknya isi donk, dikit aja."
"Gak ah."
"Ya sayang, kita makan di situ aja ya." Ucapku sambil
membelokkan Mobil yang aku kemudikan menuju pelataran parkir sebuah restoran jepang.
Aku mengapitnya untuk berjalan sembari mencari
bangku yang strategis di restoran itu. Pelayan
restoran ini dengan ramah menyapa sembari
menyodorkan menu di hadapan aku dan Alisya.
"Say, kamu mau makan apa ?" "Emh, aku minum aja ya."
"Sayang, makan donk, dikit aja, ntar kamu sakit lagi."
"Gak ah, aku lagi gak enak makan ni."
"Ah kamu, ya udah."
Aku memesan beberapa makanan, sedangkan Alisya
tetap dengan keinginannya hanya memesan segelas softdrink.
"Bener deh, kayaknya aku liat kamu lagi ada
masalah."
"Ih kamu tuh ya, bener ko, aku gak apa-apa ?"
"Alisya, aku ni cowok kamu, yang udah kenal kamu
sejak 3 tahun lalu, gak biasanya kamu kayak gini. Yang aku liat, kayaknya saat ini lagi ada yang kamu pikirin."
"Gak tahu ya say. Entah ini pantas, ato enggak aku
pikirin."
"Masalah apa tuh ?"
"Emh, Say, seandainya, Lusa aku meninggal gimana ?"
"Dih ngaco... kok ngomongnya gitu sih." "Ya udah kalo gak mau bahas."
"Kenapa sih ko tiba-tiba kamu bicara tentang
kematian gitu ?"
"Emang sih rasa-rasanya gak rasional gitu, tapi tiba-
tiba saja aku takut akan hal itu."
"Masalahnya kenapa, ko bisa-bisanya kamu malah mikirin itu."
"Tapi kamu jangan ngetawain aku yah."
"Ealah, masa sih aku mesti ngetawain kamu, kamu
suka aneh deh."
"Kemarin malem aku mimpi kalo selasa lusa, aku
bakal meninggal." Aku tersenyum geli mendengar ucapannya itu.
"Tuh kan, katanya gak bakal ketawa."
"Kamu suka aneh deh, kirain kenapa sampai ngerasa
gitu, eh ternyata cuma karena mimpi."
"Emang awalnya sih biasa aja, tapi ko malah
kepikiran gini ya." "Sayang, jangan hiperbolis gitu deh, mimpi kan cuma
bunga tidur, masa gitu aja jadi pikiran."
"Aku juga tahu, tapi gimana kalo ini tuh emang
pertanda."
"Iya, tapi mana kita tahu kematian, itu semua rahasia
Tuhan. Mungkin aja beberapa jam lagi, aku yang bakal meninggal, mana kita tahu kan."
"Tapi kalo itu bener gimana ?"
"Ko kamu segitu seriusnya sih nimpalin mimpi, emang
mimpi kamu tu gimana sih."
"Gak terlalu jelas sih, aku sendiri lupa gimana
lengkapnya, tapi aku inget banget ama satu kejadian, kalo aku ketemu ama lelaki, kulitnya hitam legam,
pake banyak kalung dari tulang-tulang gitu, pokoknya
aneh lah, dia nyapa aku, dan dengan singkat dia bilang hari Selasa ini jam 2 siang aku bakal
meninggal."
"Aneh."
"Emang aneh banget, makanya ampe sekarang aku
terus keingetan ama apa yang dia katain."
"Udah lah say, bisa aja lagi, itu cuma mimpi biasa, gak usah dipikirin terus gitu ah."
"Mudah-mudahan sih gitu. Tapi andaikata Tuhan mau
ngambil aku secepat ini, aku hanya bisa pasrah saja
apapun kehendak-Nya."
"Udah lah, say. Aku yakin gak bakal ada apa-apa ko,
Bener! kamu tenang ya." * * * Malam itu aku terbaring di ranjang kamarku, jam
digital yang kuletakan di atas Komputer aku
menunjukan pukul 21.00.
Hari yang melelahkan, pikirku. Seharian ini aku harus
muter-muter perpustakaan buat nyari bahan skripsi,
belum lagi tadi sore aku mesti nganter pulang Alisya, pacarku.
"Zen... ada telpon dari Alisya." Jerit Kakak
perempuanku dari luar kamar.
Aku segera meraih gagang telp yang berada tak jauh
dari tempat aku berbaring, aku sengaja mematikan
dering telp yang terpasang pararel dengan telp utama rumah ku ini agar tidak menggangguku.
"Iya sayang, ada apa ?"
"Zen, kamu temenin aku donk."
"Kapan ?"
"Ya malem ini lah, aku gak bisa tidur, aku takut."
"Aduh sayang, kamu kenapa sih ?" "Kamu kan tahu, bokap dan nyokap aku lagi pergi ke
luar kota, di sini cuma ada aku, mBok Jah, ma pak
Karman doank."
"Dih, kamu gak biasanya manja kayak gitu deh."
"Ayolah sayang, ya please...!"
"Aduh say gimana ya, besok kan aku mesti bimbingan ma dosen aku."
"Ya kamu bisa kan berangkat dari rumah aku."
"Tapi ini kan malem."
"Biarin, pokoknya aku tunggu. Ada yang mesti aku
ceritain ma kamu."
"Apalagi sih say, bukannya baru tadi sore kita
ketemu."
"Aku gak bisa cerita di telp. Pokoknya aku tunggu kamu sekarang di rumah aku, titik!"
"Iya, aku kesana sekarang."
Aku meletakan kembali gagang telp itu, segera
beranjak dari tempat tidur untuk berganti pakaian,
dan segera meraih kunci mobil yang kuletakan di atas
meja. "Mau kemana Zen ?" sapa ibu-ku ketika aku melintas
ruang keluarga rumahku.
"Alisya." Jawabku singkat
"Mau ngapain malem-malem gini."
"Jagain dia!"
"Lho memang kenapa ?" "Mom, ortunya lagi pada gak ada, kasian donk dia
sendirian di rumahnya, takut kenapa-napa."
"Bukannya malah ada kamu yang jadi kenapa-napa ?"
"Udah deh Mom, percaya ma Zen. Zen gak bakal
ngapa-ngapain ko."
"Ya udah salam ma Alisya ya, jadi kamu nginep disana ?"
Aku mengangguk, "Zen berangkat dulu ya Mom."
Aku pacu mobil ini menembus kegelapan malam kota
ini, Rumah Alisya memang tidak begitu jauh dari
rumahku, hanya perlu waktu 30 menit untuk
menempuh perjalanan ini. Aku pelankan kecepatan mobil ini ketika aku lalui
jalanan komplek perumahan dimana rumah Alisya
berada.
Jalanan begitu sepi, maklum kini malam sudah larut,
wajar saja tak banyak orang yang lalu lalang.
Kini mobil aku sudah berada di depan rumah Alisya, namun aku tak bisa langsung memasukan ke
halaman rumahnya karena terhalang seseorang yang
berdiri di depan gerbang rumah Alisya.
Aku menekan klakson mobil ini berharap orang itu
mengerti kalau mobil aku terhalang olehnya. Namun itu tak
memberikan reaksi apa-apa padanya, setelah
beberapa kali aku coba namun tetap saja dia tak
beranjak dari tempatnya berdiri, aku segera keluar
dari mobil aku ini.
"Mas, maaf ya, bisa tolong minggir sebentar." Ucapku, dia hanya menoleh ke arahku, kulihat dia seorang
pria berkulit hitam dengan pakaian yang serba hitam
pula, aku perhatikan dia memakai aksesoris seperti
gelang dan kalung yang berlebihan di tubuhnya.
Tatapannya tajam memandangku.
"Mas, maaf ya, bisa minggir sedikit." Tanpa berkata, namun matanya masih lekat
memandangku, dia mulai menggerakan tubuhnya,
memberiku jalan untuk memasukan mobilku kedalam
pelataran rumah Alisya.
Tanpa berkata lagi, aku segera masuk kembali ke
mobilku dan mengendalikannya masuk ke halaman rumah ini.
Rumah dua tingkat dengan gaya Eropa yang kental,
dengan ornamen dan pernik yang indah, maklum
Ayah Alisya adalah seorang arsitek, sehingga tak
aneh jika rumahnya ini terlihat begitu Indah.
Aku segera melangkahkan kakiku menuju teras rumah ini, setelah aku parkirkan Mobilku di didepan
pintu garasi.
Aku menekan bel yang berada di samping pintu
rumah ini. tak berapa lama kulihat mBok Jah
(pembantu rumah ini) membukakan pintu.
"Eh, Den Zen, itu non Alisya udah nunggu diatas." Ujarnya ketika melihatku berdiri di teras.
Hanya dengan tersenyum aku membalas sapaannya.
Aku masuk ke dalam rumah itu, dan segera menuju
kamar Alisya yang berada di lantai atas.
Derap langkahku bergema menemaniku menyusuri lorong rumah besar ini, sampai aku berada tepat di
depan pintu kamar Alisya. Tanpa kuketuk terlebih
dahulu, aku segera meraih gagang pintu dan
menekannya untuk membuka pintu itu.
Kulihat Alisya, terbaring terkelungkup di atas ranjang
tidurnya. "Sayang." Ucapku lembut sembari mendekatinya.
Alisya segera menoleh, binar matanya memancarkan
kelegaan seperti baru saja bertemu aku setelah lama
tak jumpa, dengan sigap dia berdiri dan berlari
memelukku.
"Hei, kamu kenapa sayang." "Aku takut Zen... " ucapnya masih dalam pelukku.
"Sudahlah, sekarang kan aku ada ma kamu." Aku
segera mengusap punggungnya, berusaha
menenangkan.
Perlahan dia melepaskan pelukannya dan segera
berjalan menuju ranjang dan duduk di atasnya, aku mengikutinya mengambil posisi duduk bersebelahan
dengannya.
"Orang itu Zen."
"Orang itu siapa ?"
"Orang yang ada dalam mimpiku."
"Trus kenapa." "Tadi dia kesini."
"Maksud kamu ?"
"Iya orang yang persis sama seperti yang ada dalam
mimpiku, tadi sore datang kesini, dia menemuiku.
mBok Jah yang nerima dia duluan, di luar pagar sana."
"Dia ngomong apa ?" "Aku gak sempet ngomong apa-apa ma dia, aku
keburu lari pas liat wajahnya."
"Kenapa kamu lari ?"
"Abisnya aku takut Zen."
"Ya sudah, kamu tenang aja ya."
"Tapi aku gak tau abisnya setelah itu mBok Jah yang nemuin dia lagi."
"Kamu dah nanya ma mBok Jah dia bilang apa ?"
Dia menggeleng
"Kenapa ?"
"Aku takut."
Aku segera teringat dengan orang yang berada di luar pagar rumah Alisya tadi. Dari perawakannya aku memang sudah menduga orang itu yang di
maksud Alisya. Siapa dia ?
"Emh, say, aku keluar dulu ya ?"
"Mau kemana ?"
"Bentar, mau ke warung dulu."
"Jangan lama-lama." Aku mengangguk. Aku memang tak bermaksud ke
warung, namun ingin mencoba mencari orang yang
tadi. Mungkin bisa sedikit menanyai apa maksud dia
menemui Alisya tadi sore.
Aku berjalan keluar kamar ini dan menuju teras
depan, udara dingin begitu menyengat ketika kubuka pintu depan rumah ini, sambil membenahi jaket yang
kukenakan aku melangkah menuju pagar. Aku
membuka pintu pagar, menyembulkan wajah keluar,
mencari sosok yang tadi kutemui. Sial, orang itu sudah
tidak ada. Aku melangkah menuju jalan, sepi... tak
ada satu orangpun kulihat di sekitar sini. Hah, percuma aku mencari malam-malam seperti ini.
Namun aku teringat kalo tadi Alisya bilang kalau
orang itu sempat berbicara dengan mBok Jah,
mungkin aku bisa cari tahu dari mBok Jah.
Aku menyusuri ruangan belakang rumah ini mencari
kamar mBok Jah. Ketika kudapati kamar itu segera kuketuk pintunya. Kulihat mBok Jah membuka pintu
itu.
"Ada apa ya Den ?"
"Mmh... bok, tadi sore mBok ketemu ama laki-laki
yang kulitnya hitam dan berpakaian hitam-hitam ?"
"Iya, memangnya kenapa den ?" "Enggak kenapa-napa, emangnya dia ngomong apa
Bok ?"
"Dia cuma nyari non Alisya, tapi pas non Alisya
ketemu ma orang itu, eh dia malah lari."
"Emang mBok jah gak nanya keperluan dia apa ?"
"Ya nanya Den, katanya sih dia mau jemput non Alisya, tapi ya mBok ga tau mau ngajak kemana."
"Terus dia ngomong apa ?"
"Ya gitu aja den, tapi katanya dia mau kesini lagi
besok siang."
"Oh gitu, ya udah, makasih ya mBok."
"Emangnya ada apa toh den ?" "Enggak ada apa-apa ko mBok, ya udah mBok Jah
istirahat aja, makasih mBok."
"Sama-sama den."
Aku melangkah dari tempat itu, jujur aku makin
bingung dengan semua ini, apa dan siapa sebenarnya
orang itu ? apa memang mimpi Alisya kemarin itu bukan hanya bunga tidur ? atau memang semua ini
hanya kebetulan saja ?
Seakan masih banyak pertanyaan yang menghujam
pikiran ini, namun aku tak ingin memperlihatkan
wajah penuh pertanyaan di hadapan Alisya, yang
penting aku mesti menenangkannya malam ini. Malam itu Alisya tertidur dalam pelukku, sedari tadi
aku membujuknya untuk tidur, namun ia tetap tak
mau, ia masih terlampau takut jika mimpinya kembali
terulang malam ini. namun akhirnya Ia tertidur juga,
mungkin ia tak dapat menahan kantuknya.
Jujur, mau tak mau aku jadi takut jika apa yang Alisya impikan jadi kenyataan. Aku belum siap untuk
meninggalkannya, walaupun ini semua hanya
seonggok mimpi namun tetap telah menguras nalar
dan logika, karena bagaimana pun terkadang di dunia
ini terdapat sesuatu yang tak tersentuh oleh nalar dan
akal sehat. Siang itu aku ter duduk kaku di halaman teras rumah
ini. Di hadapanku Alisya tampak tersenyum,
wajahnya jauh lebih cerah dibanding tadi malam.
"Kamu tampak cantik hari ini Alisya."
"Setidaknya untuk pertemuan terakhir ini aku harus
tampil sempurna di hadapanmu." "Pertemuan terakhir ?"
"Iya, pertemuan terakhir, mungkin saat inilah detik
terakhir dari kebersamaan kita selama ini."
"Kamu jangan bicara gitu ah."
"Setidaknya aku bangga telah bisa menjadi kekasih
kamu, kamu adalah lelaki terbaik sepanjang hidupku. Sebenarnya aku masih ingin bersamamu, namun
sepertinya waktu sudah tidak lagi memihak kepada
kita."
"Alisya, kamu masih terobsesi dengan mimpi kamu
itu ya ? kamu gak bakal meninggal Alisya, percaya
itu." "Siapa yang bilang mau meninggal, aku cuma bilang,
aku bakal pergi."
"Kamu mau pergi kemana?"
"Ke sebuah tempat. Tempat yang indah dan damai."
"Omongan kamu mulai ngaco deh."
"Eh sudah jam 2, aku pergi ya sayang. Yang pasti, walaupun aku jauh dengan kamu, aku pasti akan
terus menyayangi kamu."
"Eh sebenarnya kamu mau kemana ?"
Alisya tersenyum, "Nanti juga kamu tahu. Aku pergi
ya sayang." Dia mengecup pipi kanan-ku dan segera
pergi. "Alisya tunggu, kamu... "
"Zen... Zen... bangun udah siang." Sayup Aku
mendengar suara Alisya.
Aku membuka mataku, kulihat Alisya tersenyum
kepadaku. Terlihat sepertinya dia baru saja selesai
mandi. "Udah siang sayang."
"Kamu... "
"Kenapa ?"
"ah, ga apa-apa. Jam berapa ni?"
"Jam 9 pagi, sana mandi, trus sarapan dibawah."
Ucapnya sambil kembali tersenyum. Alisya telah menghilang dibalik pintu kamar ini, aku
termenung dengan impianku semalam, jam 2 siang ?
kenapa aku bermimpi seperti itu ?
Selesai mandi aku segera menuju ruang makan di
lantai bawah, disana kutemui Alisya dengan
setumpuk roti isi di hadapannya.
"Hai, si Cakep udah mandi. Nih sarapannya udah aku
buatin." Ucap Alisya.
Aku mengambil duduk berhadapan dengannya di
meja makan itu.
"Pules banget tidurnya semalem?" "Abisnya aku capek dari siang kegiatan aku padet
banget."
"Duh kacian, tapi sekarang udah ilang donk
capeknya."
"Yah gitu lah... "
"Zen... " "Apa?"
"Maafkan aku yah."
"Buat apa ?"
"Gak buat apa-apa sih, cuma kalau memang aku
harus pergi siang ini, aku pengen kamu bisa relain
aku." "Alisya, jangan mulai lagi deh. Kamu belum tentu
bakal meninggal hari ini kan ?"
"Zen, kamu pernah bilang, kalau kematian itu rahasia
ilahi, kematian itu bisa datang kapan saja tanpa kita
duga, dan kemungkinan aku meninggal siang ini bisa
aja khan? Yang pasti kalau aku memang harus pergi, aku pengen kamu bisa relain aku. Aku pengen liat
kamu bahagia walaupun kita udah gak lagi bersama.
Aku sayang kamu Zen, namun aku kini hanya bisa
pasrah terhadap takdir aku yang telah Tuhan garis
kan."
"Alisya, kamu gak seharusnya bicara seperti itu." "Tadi aku sudah ngobrol dengan mBok Jah mengenai
lelaki yang datang kemarin sore. Katanya, lelaki itu
ingin menjemput aku. Mungkin saja dia adalah
malaikat pencabut nyawaku."
"Alisya, cukup... aku tak mau kamu terus bicarakan
ini, hanya Tuhan yang boleh tahu kapan seseorang itu harus meninggal. Kamu jangan terlalu menyangkut
pautkan semuanya. Rahasia Tuhan tak bisa kita
rasakan hanya dengan pikiran dan akal kita semata."
Alisya tersenyum, jujur, saat ini aku semakin khawatir dengan hal ini. mulai dari hal-hal
yang aku lihat sampai mimpi ku semalam yang
memang mengarah kepada kematian Alisya, apa ini
memang pertanda jika Alisya harus pergi siang ini ?
Jam di dinding rumah ini menunjukan pukul 13.30 aku
duduk bersebelahan dengan Alisya, mBok Jah dan Pak Karman, supir keluarga Alisya sengaja di minta
Alisya untuk berkumpul di ruang tengah.
Dengan tegang aku memperhatikan keadaan ini,
wajah mBok Jah dan pak Karman juga tak jauh
berbeda dengan ku, namun justru sebaliknya dengan
wajah Alisya, ia terlihat tenang, seakan dia begitu pasrah dengan apapun yang bakal terjadi.
Berkali-kali aku meyakinkan hatiku kalau semua ini
hanya sekedar mimpi, dan tak akan terjadi apa-apa
dengan Alisya, namun sayang, ketegangan hatiku
jauh melebihi keyakinan ku itu.
"Zen sayang... jika memang aku harus pergi, aku ingin kamu menyimpan cincin yang aku kenakan ini. mBok
Jah, pak Karman, maafin Alisya ya, kalo memang
selama ini Alisya punya salah. Tolong kabarin Mama
dan Papa tentang Alisya ini, ucapkan kalau Alisya
sayang sama mereka."
Hanya anggukan yang menimpali perkataan Alisya itu, mungkin semua orang yang ada di situ hanya
sibuk dengan ketegangannya.
Suasana kembali hening, hanya detak Jam yang terus
berjalan mengantarkan kita semua menuju pukul 2
siang. Ingin rasanya aku menahan laju jam itu agar
tak pernah lagi menunjuk pukul 2 namun, aku tahu itu tak mungkin aku lakukan.
"Sayang... "
Aku menoleh memandang wajah Alisya, yang kini
kulihat memucat.
"Mungkin ini saatnya aku untuk pergi..." Kulihat dia
memejamkan matanya, "Aku sayang kamu." dengan
seketika tubuh Alisya melemah, dan dia jatuh tak
sadarkan diri.
"Alisya." Jeritku sambil menangkap badan Alisya.
"Non Alisya... " Kudengar mBok Jah menjerit lirih tertahan diikuti dengan isak tangis.
"Pak, siapkan mobil, kita bawa dia ke Rumah Sakit."
Ucapku kepada Pak Karman.
Dengan sigap dia keluar dan mengambil mobil.
"mBok Jah tunggu rumah, dan tolong hubungin bapak
dan ibu Alisya." Aku segera mengangkat tubuh Alisya yang terkulai
lemah keluar ruangan dan segera memasukannya ke
mobil yang Pak Karman keluarkan dari garasi.
Mobil ini segera melaju meninggalkan pelataran
rumah Alisya. Di luar pagar sekilas aku melihat orang
yang tadi malam itu melihat ke arah aku, namun kini dia memberiku sedikit senyuman. Siapa dia? namun
itu tak kuhiraukan lagi, yang utama, aku ingin lekas
membawa Alisya ini menuju Rumah Sakit.
Di Ruang Gawat Darurat rumah sakit ini aku
menunggu tegang para tim medis mengusahakan
menyelamatkan nyawa Alisya. Setelah sekian lama aku menunggu, salah satu Dokter
keluar dari ruangan.
"Mana keluarga nona Alisya." Ucapnya.
"Iya saya, bagaimana Dok ?"
"Maaf, kami sudah berusaha, namun nyawa nona
Alisya memang sudah tidak dapat kami tolong lagi. Kami turut berduka."
Aku tertunduk lemas.
"Sabar ya Dik." Ucap pak Karman.
Aku masuk menuju ruang dimana jasad Alisya
terbujur kaku, di temani pak Karman aku melangkah
lemah mendekati jasad yang tertutup kain putih itu.
Dengan perlahan aku menyingkap kain penutupnya.
Kudapati wajah Alisya, yang tadi pagi masih ceria,
kini telah memucat.
Aku tak dapat lagi menahan isak tangis yang ku tahan
sedari tadi. "Dik, ini cincin yang non Alisya pengen agar Dik Zen
menyimpannya."
Cincin platinum berhias ukiran huruf membentuk
tulisan Alisya itu aku ambil dari tangan pak Karman.
Aku kembali memandang wajah Alisya, dia masih
tampak cantik. Dengan lembut ku usap pipi gadis itu. Dan segera ku kecup keningnya.
"Aku juga sayang kamu Alisya." Bisikku lembut.
Segera kututup kembali wajahnya dengan kain itu.
Dengan hati yang masih teramat perih aku melangkah
kembali keluar.
Di sudut koridor Ruang UGD ini kulihat orang misterius itu, dengan pakaian hitam dan aksesorisnya yang
aneh memandangku, namun sekejap itu dia mulai
melangkah menjauh.
"Woi tunggu." Ucapku sembari mengejar dan
mendekati orang itu.
Orang itu terdiam dengan posisi membelakangiku. "Sebenarnya kamu siapa ?"
Dia tak menjawab
Kulihat dia mulai membalikan tubuhnya, dengan
wajahnya yang hitam legam dia memandangku.
"Kamu, jam 2, enam puluh tujuh tahun yang akan
datang." Ucapnya dengan suara berat seakan tertahan.
"Maksud kamu ?"
Dia tak menjawab, dia malah kembali membalikan
badan dan melangkah menjauhi aku.
Aku hanya dapat termenung menatap wujudnya
sampai akhirnya tak terlihat terhalang tembok koridor Rumah Sakit ini.